Waktu demi waktu terus berlalu. Keluarga mereka pun yang awalnya heran melihat perubahan itu akhirnya terbiasa juga. Mereka berdua tampil dengan gayanya masing-masing yang sangat berbeda walau tak bisa dipungkiri mereka masih terlihat kembar. Namun, tampilan mereka berdua itulah yang membedakannya. Sassy tampil tetap dengan gayanya yang feminin yaitu dengan rambut panjangnya, pendiam, dan sangat bersahabat. Sementara Sissy tampil dengan rambut pendek sebahu dengan gaya yang biasa-biasa saja tetapi periang, humoris, dan supple.
Hari demi hari terus berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Awalnya semua berjalan baik-baik saja tetapi semakin lama semakin buruk bagi Sissy. Terlebih, sewaktu mereka berdua beranjak SMA.
Saat itu, Sissy merasa semuanya berubah; tepat memasuki semester kedua ketika ia berada di kelas X. Teman-teman bahkan keluarganya terasa jauh seperti orang lain. Ia bahkan semakin sedih apabila selalu dibandingkan dengan saudara kembarnya Sassy. Walaupun begitu, Sissy tak pernah mempermasalahkannya. Ia selalu berpikir positif dan menganggap semua itu hanya perasaan dan kekhawatirannya saja. Selalu dan selalu begitu.
“Ah, gak mungkin kan ?! Gak mungkin semuanya menjauh dariku gara-gara Sassy!! Pasti mereka lagi ada perlu aja…!! Ya, pasti begitu! Mama, Papa, juga pasti cuma becanda sewaktu ngebanding-bandingin aku ama Sassy. Ya, pasti begitu!” pikir Sissy sambil tersenyum walau di hatinya penuh dengan kecemasan.
Sissy tak ingin berburuk sangka kepada teman-temannya sendiri terlebih pada saudara kembar dan keluarganya. Pedih dan sedih dirasakan Sissy saat temannya tiba-tiba saja pergi menuju Sassy dan meninggalkannya sendiri. Namun, Sissy tak pernah mempermasalahkan hal itu. Sissy justru melemparkan senyuman pada Sassy yang menatap dirinya dari jauh walaupun sempat terhalang oleh kerumunan teman-teman Sissy yang mengelilinginya.
Sissy terus saja bersikap biasa, seolah-olah tak ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Ia bahkan tak sadar kalau sifatnya yang periang dan humoris itu berubah menjadi sosok seorang Sissy yang pendiam dan banyak termenung. Teman-temannya tak menyadari akan hal itu karena mereka hanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Tak seperti teman-teman lain yang acuh tak acuh, Sassy justru merasa ada sesuatu yang berubah dari diri Sissy. Sassy tak mungkin tak merasakannya sebab ia adalah orang yang paling dekat dengan Sissy. Hal itu sungguh sangat jelas sebab Sassy adalah saudara kembar Sissy. Sassy pun menanyakan pada Sissy apa sesuatu telah terjadi pada dirinya tetapi Sissy selalu saja menjawab tak ada apa-apa dengan penuh senyuman dan tawa kecil yang benar-benar dapat menyembunyikan kesedihannya dan membuat Sassy percaya akan jawaban itu.
Di rumah, terjadi pula peristiwa yang membuat hati Sissy semakin sedih. Masalah itu terletak pada kedua orang tuanya. Mama dan papanya terlalu membandingkan dirinya dengan Sassy. Hal itu benar-benar membuat Sissy merasa dikecilkan dan diremehkan. Ketika itu adalah pembagian rapor.
“Sy,,, kok nilai kamu biasa-biasa aja sih!! Kamu gak lihat tuh nilainya Sassy tinggi-tinggi!!” Kata Mama dengan nada menyindir.
“Tapi nilainya Sissy udah bagus kan Ma?!” sambung Sassy.
“Ya, tapi Sissy harus tingkatin lagi kemampuannya, enggak cukup cuma segitu aja!!” Balas Mama.
“Nggg….iya Ma!! Entar lain kali Sissy usahain biar bisa dapat nilai yang tinggi kok!!” Jawab Sissy.
“Oh ya, Sy! Jangan cumin janji aja loh!! Tapi kamu harus bisa!! Minimal bisa setara dengan Sassy walaupun nilainya gak bisa lebih tinggi dari Sassy!” Kata Papa menasihati.
“Iya ,, Pa !! Sissy ngerti kok!!” Balas Sissy dengan volume suara yang rendah.
“Ingat ya Sy!! Kenapa kamu gak belajar aja sama Sassy?! Biar nilai-nilaimu itu bisa naik. Liat tuh Sassy walaupun sibuk sama kursus piano, les privat, tapi dia bisa dapat nilai yang tinggi!! Kamu gak kayak Sassy tapi masa nilainya segitu-gitu aja Sy!?!” Kata Mama menerangkan.
“Iya…iya Ma!! Sissy ngerti kok!! Sissy akan usahain itu!!” Janji Sissy.
Saat itu, Sissy benar-benar sedih. Ia berlari menuju kamarnya dan langsung menaiki tempat tidurnya lalu menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa, sempat terpikir olehnya untuk bercerita pada Sassy tapi ia tidak mau Sassy tahu akan hal itu. Sissy akhirnya berusaha sekeras mungkin untuk untuk meredam kesedihannya sendiri. Sissy teruS-menerus menyimpan kesedihan yang ia rasakan dalam dirinya sendiri hingga pada suatu ketika ia tak bisa mentolerir lagi semuanya sehingga membuat semua kesedihan yang ia simpan akhirnya turut meledak bersama amarah yang bercampur dengan kepedihan hatinya.
***
to be continue...
0 komentar:
Posting Komentar